Skip to content
Menu
Perjalanan Institut Cahaya
  • Beranda
  • Jurnal Ummi
  • Jurnal Kakak
  • Yang Menarik Lainnya
  • Jurnal Mas Akif
Perjalanan Institut Cahaya

My Karate Journal (What is it?)

Posted on 27 November 201914 Januari 2020

Karate ( 空 手 ) merupakan bela diri yang berasal dari Negeri Sakura. Karate terdiri dari dua suku kata, yaitu “Kara” yang berarti kosong, dan “Te” yang berarti tangan. Singkatnya, Karate merupakan bela diri tangan kosong (tanpa senjata) yang berasal dari Jepang. Karate pertama kali dipraktekkan oleh Azuto, Itosu dan Funakoshi. Gichin Funakoshi lahir pada tahun 1868 di Shuri, Okinawa, Jepang. Sedangkan, informasi tentang Azuto dan Itosu sulit ditemukan. Sebenarnya, mereka bertiga bukan pendiri karate satu-satunya. Coba simak artikel ini:

Menurut Kei Shin Kan Karate-Do Indonesia tentang sejarah Karate ialah saat Okinawa sebelum menjadi bagian dari Jepang adalah suatu wilayah berbentuk kerajaan yang bebas merdeka. Pada waktu itu Okinawa mengadakan hubungan dagang dengan pulau-pulau tetangga. Dan memang Okinawa mendapatkan pengaruh yang kuat akan budaya Cina. Sebagai pengaruh pertukaran budaya itu banyak orang-orang Cina dengan latar belakang yang bermacam-macam datang ke Okinawa mengajarkan bela dirinya pada orang-orang setempat. Yang di kemudian hari menginspirasi nama kata seperti Jion yang mengambil nama dari biksu Budha. Sebaliknya orang-orang Okinawa juga banyak yang pergi ke Cina lalu kembali ke Okinawa dan mengajarkan ilmu yang sudah diperoleh di Cina.

Pada tahun 1477 Raja Soshin di Okinawa memberlakukan larangan pemilikan senjata bagi golongan ksatria atau pendekar. Tahun 1609 Kelompok Samurai Satsuma di bawah pimpinan Shimazu Iehisa masuk ke Okinawa dan tetap meneruskan larangan ini. Bahkan mereka juga menghukum orang-orang yang melanggar larangan ini. Sebagai tindak lanjut atas peraturan ini orang-orang Okinawa berlatih Okinawa-te (begitu mereka menyebutnya) dan Ryukyu Kobudo (seni senjata) secara sembunyi-sembunyi. Latihan selalu dilakukan pada malam hari untuk menghindari intaian. Tiga aliran pun muncul masing-masing memiliki ciri khas yang namanya sesuai dengan arah asalnya, yaitu : Shuri te , Naha te dan Tomari te.

Namun demikian pada akhirnya Okinawa te mulai diajarkan ke sekolah-sekolah dengan Anko Itosu (juga mengajari Funakoshi) sebagai instruktur pertama. Dan tidak lama setelah itu Okinawa menjadi bagian dari Jepang, membuka jalan bagi karate masuk ke Jepang. Gichin Funakoshi ditunjuk mengadakan demonstrasi karate di luar Okinawa bagi orang-orang Jepang.

Gichin Funakoshi sebagai Bapak Karate Moderen dilahirkan di Shuri, Okinawa, pada tahun 1868, Funakoshi belajar karate pada Azato dan Itosu. Setelah berlatih begitu lama, pada tahun 1916 (ada yang pula yang mengatakan 1917), Funakoshi diundang ke Jepang untuk mengadakan demonstrasi di Butokukai yang merupakan pusat dari seluruh bela diri Jepang saat itu. Selanjutnya pada tahun 1921, putra mahkota yang kelak akan menjadi kaisar Jepang datang ke Okinawa dan meminta Funakoshi untuk demonstrasi. Bagi Funakoshi undangan ini sangat besar artinya karena demonstrasi itu dilakukan di arena istana. Setelah demonstrasi kedua ini Funakoshi seterusnya tinggal di Jepang.

Selama di Jepang pula Funakoshi banyak menulis buku-bukunya yang terkenal hingga sekarang. Seperti “Ryukyu Kempo : Karate” dan “Karate-do Kyohan”. Dan sejak saat itu klub-klub karate terus bermunculan baik di sekolah dan universitas.

Gichin Funakoshi selain ahli karate juga pandai dalam sastra dan kaligrafi. Nama Shotokan diperolehnya sejak kegemarannya mendaki gunung Torao (yang dalam kenyataannya berarti ekor harimau). Dimana dari sana terdapat banyak pohon cemara ditiup angin yang bergerak seolah gelombang yang memecah dipantai. Terinspirasi oleh hal itu Funakoshi menulis sebuah nama “Shoto” sebuah nama yang berarti kumpulan cemara yang bergerak seolah gelombang, dan “Kan” yang berarti ruang atau balai utama tempat muridnya-muridnya berlatih.

Simbol harimau yang digunakan karate Shotokan yang dilukis oleh Hoan Kosugi (salah satu murid pertama Funakoshi), mengarah kepada filosofi tradisional Cina yang mempunyai makna bahwa ’’harimau tidak pernah tidur’’. Digunakan dalam karate Shotokan karena bermakna kewaspadaan dari harimau yang sedang terjaga dan juga ketenangan dari pikiran yang damai yang dirasakan Gichin Funakoshi ketika sedang mendengarkan suara gelombang pohon cemara dari atas Gunung Torao.

Sekalipun Funakoshi tidak pernah memberi nama pada aliran karatenya, murid-muridnya mengambil nama itu untuk Dojo yang didirikannya di Tokyo tahun sekitar tahun 1936 sebagai penghormatan pada sang guru. Selanjutnya pada tahun 1948 Japan Karate Association (JKA) berdiri dengan Gichin Funakoshi sebagai instruktur kepalanya.

Shotokan adalah karate yang mempunyai ciri khas beragam teknik lompatan (lihat Enpi, Kanku-Dai, Kanku-Sho dan Unsu), gerakan yang ringan dan cepat. Membutuhkan ketepatan waktu dan tenaga untuk melancarkan suatu teknik. Gichin Funakoshi tidak pernah menyebutkan perguruannya secara resmi ataupun berafiliasi dengan sebuah aliran yang lebih dulu ada. Para muridnyalah yang sebenarnya berjasa dalam hal ini. Mereka memberikan nama SHOTOKAN pada perguruannya itu didasari penggunaan nama SHOTO pada inisial tanda tangan yang sering dipakai Gichin dalam karya-karya sastranya. Kata KAN sendiri berarti “Sekolah” dalam bahasa Jepang. Untuk lambang perguruan dipakai sebuah gambar harimau dalam bentuk seni grafis yang berasal dari lukisan Cina kuno yang dibuat seorang pelukis Hoan Kosugi, sahabat Gichin yang diberi nama Tora No Maki (Harimau yang tak pernah tertidur). (Abdul Wahid, 2007)

Gichin Funakoshi percaya bahwa akan membutuhkan waktu seumur hidup untuk menguasai manfaat dari Kata. Dia memilih Kata yang yang terbaik untuk penekanan fisik dan bela diri. Yang mana mempertegas keyakinannya bahwa karate adalah sebuah seni daripada olah raga. Baginya Kata adalah karate. Funakoshi meninggal pada tanggal 26 April 1957.  (Keishinkan Karate-Do Indonesia, 2008)

Murid Gichin Funakoshi yg terkenal

1. Hironori Ohtsuka (1892-1982), pendiri Wado-Ryu

2. Shinken Taira ( 1897-1970), pendiri Ryuku-Kobudo

3. Yasuhiro Konishi

4. Isao Obata

5. Gigo Funakoshi (1906-1945)

6. Shigeru Egami (1912-1981), Shotokan

7. Masatoshi Nakayama (1913-1987), Shotokan JKA

8. Masutatsu Oyama (1923-1994), pendiri Kyokushin-Ryu

9. Hidetaka Nishiyama, Shotokan ITKF

10. Hirokazu Kanazawa (1921- sekarang), Shotokan SKIF

11. Tsutomu Okazaki

12. Takeshi Shimoda

13. Shinken Gima

14. Kimo Ito

15. Genshin Hironishi

16. Taiji Kase

17. Hiroshi Noguchi

18. Tomasaburo Okano

19. Fusajiro Takagi

20. Masamoto Takagi

21. Tasuo Yamada

Sumber: muhammadnafial.blogspot.com

Tak disangka, sejarah Karate begitu panjang, bukan? Hal itulah yang membuat Karate tak pernah bosan untuk dipelajari (cocok buat yang punya bakat “Learner” nih, hehe). Tidak hanya itu, juga ada “Sumpah Karate”. Beginilah bunyinya:

1. Sanggup memelihara kepribadian

2. Sanggup patuh pada kejujuran

3. Sanggup mempertinggi prestasi

4. Sanggup menjaga sopan santun

5. Sanggup menguasai diri

Sumpah Karate

Sumpah Karate biasa dibacakan saat upacara/apel pembukaan dan penutupan. Yap, Sumpah Karate memiliki arti dan filosofi yang dalam. Tapi, kupikir aku tidak sempat untuk membahas sekarang.

Cukup di sini. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

 

Hai! Selamat datang di blog keluarga kami, #institutcahaya. Di sini kami akan berbagi kisah tentang perjalanan kami belajar, bertumbuh, dan berkontribusi untuk kemanfaatan sebagai keluarga pelaku home-based education. 

Sebagaimana perjalanan, terkadang kami melalui jalan menanjak, menurun, berkelok, jalan mulus dan bergelombang. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menemukan makna dan keindahan pada setiap prosesnya. Selamat menyimak ya!!! Mari belajar bersama 🙂

KATEGORI TULISAN

Mau cari tentang apa?

TULISAN TERBARU

  • Petualangan di Lintang Sewu
  • Terlindungi: Flash Fic – Cat Rescue
  • Fabel #3 – Ikan Ajaib dan Pak Nelayan yang Dermawan

KOMENTAR TERKINI

  • Institut Cahaya pada Suka Duka Menulis “Musuh Kegelapan”
  • Institut Cahaya pada Suka Duka Menulis “Musuh Kegelapan”
  • Fatya Bakhitah Sulaiman pada Suka Duka Menulis “Musuh Kegelapan”
©2021 Perjalanan Institut Cahaya | WordPress Theme by Superbthemes.com