Aku belum tahu mengapa judul ini terpilih bagi sebuah film yang sebenarnya belum selesai kutonton. Tetapi tiba-tiba saja aku tergerak menuliskan insight yang kudapat darinya. Big Brother adalah sebuah film berbahasa mandarin yang dibintangi Doni Yan, salah satu aktor yang berkesan bagiku dengan penampilan memukaunya di rangkaian film Ip Man.
Big Brother. Aku menonton 45 menit pertamanya dalam perjalanan pesawat menuju Denpasar sendirian. 45 menit ini ibarat irisan bawang merah yang sukses membuat air mataku berderai-derai sepanjang menyimaknya. Bayangkan saja, padahal saat itu aku tidak bersama siapa-siapa. Kira-kira apa ya yang orang pikirkan tentang tangisanku saat itu? Hahaha
Film ini bercerita tentang seorang guru di sebuah sekolah menengah atas. Secara penampilan postur, gestur dan gayanya tidak seperti guru pada umumnya. Situasinya, ia mendapat tugas menangani kelas dengan riwayat ‘masalah’ yang panjang. Kelas itu berisi anak-anak yang sulit diatur. Kalau tidak salah ingat, ada satu part tentang cara mengajarnya menggunakan pendekatan kontekstual yang sangat menarik pernah kulihat di medsos. Oleh karena itulah, sejak awal mulai menonton aku merasa cukup familiar dengan film ini.
Bagian yang paling menarik bagiku adalah, tentu saja, hal-hal yang sangat relate dengan diri ini. Sebagai seseorang yang Allah bekali ‘fitur’ developer (note: meminjam terminologi bakat dalam Talents Mapping® tentang orang yang senang memajukan orang lain), aku selalu meyakini bahwa seseorang bisa tumbuh dan berkembang lebih baik dari adanya dia saat itu. Seburuk apapun kondisinya, sebermasalah apapun ia, seseorang tetap memiliki peluang masa depan yang lebih baik. Saat adegan sang guru mulai mengurai satu per satu masalah tiap muridnya, saat itulah perasaanku teraduk-aduk. Aku sungguh memahami situasi itu. Sangat memahaminya. Setiap kali sang guru berhasil menemukan potensi kebaikan pada diri seorang siswa bermasalah, sungguh aku mengamininya. Seorang pendidik, murabbi, guru, fasilitator belajar, atau macam-macam pendidik lainnya harus selalu meyakini hal yang sama.
Film Big Brother belum selesai kunikmati, aku belum tahu bagaimana endingnya. Film ini akan menempati prioritas pertama untuk segera kuselesaikan begitu aku menemukan kesempatan melakukannya. Tapi kutebak, cerita selanjutnya adalah gambaran upaya sabar dan telatennya si guru Doni Yan membantu murid-murid bermasalahnya menjadi pribadi yang jauh lebih baik.
Apakah developer selalu sabar dan telaten?
Kupikir tidak selalu. Sebab fitur developer adalah raw material, bahan mentah. Seorang developer berpotensi untuk itu, tetapi baru benar-benar memiliki jika ia mengusahakan keduanya. Developer adalah bakat, sedangkan sabar dan telaten adalah bagian dari attitude. Sedangkan diriku, apakah sebagai seorang developer aku sudah sabar dan telaten? Aha! Sepertinya aku baru saja menemukan PR untukku belajar dan bertumbuh selanjutnya.
#day15 #writingishealing